Bagi bangsa Jepang, sosok Toyotomi
Hideyoshi merupakan tokoh legendaris. Beliau berjasa dalam mempersatukan
seluruh wilayah Jepang dan mengakhiri era perang saudara pada abad ke-16.
Sampai hari ini, lebih dari 400 tahun setelah kematiannya, semua anak sekolah
di Jepang mengenal namanya. Sementara tak terhitung jumlah biografi, novel,
drama dan film –bahkan video game– menceritakan kembali kisahnya atau
menampilkan karakternya. Pemimpin Jepang mulai dari zaman Sengoku sampai zaman
Azuchi Momoyama ini juga merupakan pendiri Kastil Osaka, suatu benteng
berlantai tujuh yang mewah dan elegan. Kastil kebanggaan rakyat Osaka ini
dulunya merupakan benteng pertahanan Hideyoshi dan sekarang beralih fungsi
menjadi tempat wisata dan museum.
Awalnya, aku mengira bahwa kepemimpinan
Hideyoshi diwariskan secara turun temurun dari leluhurnya. Karena yang aku
tahu, gelar ‘raja’ biasa diturunkan kepada ‘putra mahkota’ sebagai pewaris
tahta. Jadi kupikir gelar ‘shogun’ itu pastilah diwariskan dari orangtuanya.
Ternyata dugaanku salah. Di suatu musim panas, aku berkesempatan mengunjungi
Kastil Osaka yang merupakan museum. Di dalamnya banyak tersimpan barang-barang
peninggalan Hideyoshi, juga cerita tentang sejarah hidupnya. Aku mengamati
sebuah display. Di situ diceritakan bahwa lelaki yang lahir pada tanggal 2
Februari 1536, di Desa Nakamura, provinsi Owari ini berasal dari kalangan
rakyat jelata. Ayahnya -Yaemon- adalah seorang petani miskin. Betapa
terperanjatnya diriku. Berarti gelar shogun itu bukan diwariskan dari
orangtuanya.
Dalam display lain diceritakan bahwa
lelaki yang konon semasa kecil bernama Hiyoshi ini amat nakal dan sering
menyusahkan keluarganya. Ketika dewasa penampilannya pun tidak meyakinkan,
tinggi badannya hanya 150 cm dengan berat 50 kg, bertubuh bungkuk, tidak
atletis, serta berwajah merah dan keriput sehingga dia dijuluki “Monyet”.
Penampilan fisik seperti ini membuatnya tidak memenuhi syarat menjadi seorang
samurai.
Pikiranku diselubungi ribuan tanda tanya,
mengapa rakyat jelata miskin dengan postur tubuh yang tidak mendukung seperti
itu bisa menjadi seorang shogun? Bukankah seorang shogun haruslah berasal dari
golongan samurai? Dan bukankah predikat samurai itu hanya diberikan kepada
mereka yang lahir dari keluarga terhormat? Jalan apakah yang telah ditempuhnya
sehingga beliau bisa mencapai obsesinya menjadi seorang samurai dan akhirnya
menjadi shogun? Ribuan tanda tanya memenuhi rongga-rongga kepalaku. Aku
berpikir, jalan yang telah ditempuhnya pastilah teramat sukar. Harus mendaki
gunung yang tinggi dan tebing yang terjal. Dan orang ini pastinya memiliki
mental sekeras baja, sehingga bisa mengalahkan para pesaingnya yang berdarah
biru.
***
Alkisah, Hiyoshi kecil yang nakal, karena
sering menyusahkan keluarga akhirnya dikirim untuk mengabdi ke sebuah kuil
Budha,. Tetapi karena kenakalannya juga, dia akhirnya diusir dari kuil
tersebut. Kemudian dia mengembara sampai ke daerah klan Imagawa. Karena
kebaikan hati seorang Matsushita Yukitsuna dia mengabdi pada klan tersebut, dan
diberi nama Kinoshita Tokichiro.
Kemudian pada tahun 1557 dia kembali ke
Owari dan mengabdi pada Daimyo Oda Nobunaga, yang waktu itu masih sangat muda
ketika mewarisi klan Oda dari ayahnya yang gugur dalam perang; Oda Nobuhide.
Kinoshita Tokichiro diangkat sebagai pembawa sandal Oda Nobunaga.
See what?
Lelaki ini mengawali karirnya sebagai bawahan kelas rendah, hanya sebagai
pembawa sandal. Dari pesuruh akhirnya bisa menjadi shogun, sungguh luar biasa.
Ada suatu kisah semasa Hideyoshi menjabat
sebagai pembawa sandal. Pada suatu musim dingin yang membeku, dia menunggu Oda
Nabunaga di luar rumah kayu tempatnya mengadakan rapat sambil memegangi
sandalnya. Dia merasa sangat kedinginan tetapi tidak ingin sandal atasannya
menjadi dingin. Karena itu dia mendekap
Erat sandal tersebut di dadanya untuk
menghangatkannya. Oda Nabunaga sendiri begitu terharu menyaksikan pengorbanan
yang luar biasa dari bawahannya ini.
Yang menarik, walaupun orang-orang di
sekitarnya sering menganggap remeh pekerjaannya, Hideyoshi melakukannya dengan
sepenuh hati dan jiwa. Dia senantiasa berpendapat bahwa tidak ada pekerjaan
yang remeh. Bukankah pekerjaan sekecil apa pun adalah mulia bila dilakukan
untuk melayani orang lain? Melayani dengan sepenuh hati. Itulah yang dilakukan
Hideyoshi. Berdedikasi penuh pada atasan, sehingga beliau mendapat kepercayaan
penuh dari atasannya.
Hideyoshi juga mengawasi atasannya dengan
penjagaan sepanjang waktu. Beliau memilih kamar yang terdekat dengan pintu
masuk kastil. Tempat tidurnya terbuat dari tumpukan jerami yang tersebar di
lantai tanah, tetapi dengan beristirahat di sana dia bisa terus memantau dan
menangkap pergerakan Oda Nabunaga serta merespon keinginannya secara sangat
cepat, meskipun dia tidak pernah merasakan tidur yang nyenyak sepanjang malam. Dengan
cara seperti ini Hideyoshi bukan hanya melayani, melainkan juga dapat
mengantisipasi segala pernak-pernik kebutuhan atasannya dengan sepenuh hati.
Oda Nobunaga juga merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan Hideyoshi
kepadanya.
Ketika suatu pagi terjadi kebakaran di
kastil beliau telah terbangun jauh sebelum tanda bahaya diserukan dan secepat
mungkin mempersiapkan kuda untuk atasannya. Maka tatkala sang atasan bergegas
akan menyelamatkan diri, dia muncul dengan kudanya yang sudah berpelana dan
bisa langsung ditunggangi atasannya.
Bahkan ketika suatu ketika Oda Nabunaga
berkemah dalam suatu situasi yang penuh dengan kepungan kabut, setiap malam dia
mendengar suara orang yang berkeliling di area perkemahan setiap malam sambil
berteriak,
“Tetap waspada!” Saking penasarannya Nobunaga kemudian mencari identitas si penjaga malam dan terhenyak serta begitu terkesan begitu tahu bahwa orang itu tidak lain tidak bukan adalah anak buahnya yang setia: Hideyoshi.
“Tetap waspada!” Saking penasarannya Nobunaga kemudian mencari identitas si penjaga malam dan terhenyak serta begitu terkesan begitu tahu bahwa orang itu tidak lain tidak bukan adalah anak buahnya yang setia: Hideyoshi.
***
Mari kita lanjutkan kiprah lelaki yang
penuh inisiatif ini. Pada tahun 1560, beliau ikut bertempur dalam perang
Okehazama, dan pada tahun 1564 mendapat nama Hideyoshi atas keberhasilannya
mempengaruhi beberapa jenderal pendukung Saito Dousan agar berpihak pada Oda
Nobunaga. Dan pada tahun 1567 berkat Hideyoshi, Kastil Inabayama milik klan
Dousan pun dapat dengan mudah dilumpuhkan (dengan cara Hideyoshi dan beberapa
orang menyusup melewati jalan di belakang kastil, kemudian membuat kekacauan di
dalam kastil yang membuat pertahanan mereka jadi kacau balau). Atas jasa
tersebut Hideyoshi memperoleh nama keluarga Hashiba, jadi saat itu nama lengkapnya
adalah Hashiba Hideyoshi.
Lelaki gagah berani ini konon pernah
membangun Istana Sunomata dalam waktu semalam, mempertaruhkan nyawa dalam Pertempuran
Kanegasaki agar posisi Oda Nobunaga yang sedang terjepit maut bisa lolos
melarikan diri, dan pernah menyerang Istana Takamatsu dengan banjiran air.
Secara perlahan dan meyakinkan, Hideyoshi
berhasil memenangkan berbagai pertempuran, dan pangkatnya yang awalnya hanya
pembawa sandal, kemudian menjadi seorang perwira dengan sedikit anak buah,
akhirnya mendapatkan kepercayaan penuh dari Oda Nobunaga untuk membawahi lebih
dari 15.000 orang pasukan, dan dengan suksesnya memperluas wilayah kekuasaan klan
Oda. Pada 20 Juni 1580, Oda Nobunaga terbunuh oleh pengkhianatan anak buahnya
sendiri; Akechi Mitsuhide, di Honnoji (Kuil Honno) di Tokyo. Kemudian,
Hideyoshi dan anak tertua Nobunaga, Nobutada, memipin pasukan untuk menumpas
Akechi Mitsuhide, dan menang dalam pertempuran Yamazaki. Kemudian, Hideyoshi
memimpin peninggalan klan Oda dan terus melanjutkan ekspansinya untuk menguasai
Jepang.
***
Pelajaran apa yang kita dapatkan dari
lelaki yang pantang menyerah ini? Jika kita ingin meniti karir dan mencapai jenjang
tertinggi, yang harus kita lakukan adalah berusaha mendapatkan kepercayaan dari
atasan; membuatnya nyaman dengan cara kerja kita; dan terakhir berikan
loyalitas yang tinggi kepada atasan kita.
Sesuai dengan pesan yang berharga bak
untaian mutiara dari Toyotomi Hideyoshi, “Dedikasikan dirimu untuk pemimpinmu
dan dia akan mendedikasikan dirinya untukmu”.
Sumber : VIVA
0 komentar:
Posting Komentar